Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur KH Akhmad Kanzul Fikri menyebutkan santri di tahun 2019 harus berbudaya dan berjiwa seni.
Dengan seni jiwa kehidupan para santri lebih indah dan berwarna. Dan dengan budaya, santri tidak hilang jati diri sebagai bangsa Indonesia. Kekayaan budaya di nusantara juga harus dirawat oleh santri terutama berkaitan dengan pesantren dan Islam secara umum.
“Santri di era millenial harus berbudaya dan berjiwa seni. Akan tak mudah terbawa arus. Di lembaga kita budaya dan seni yang kita rawat dalam event Fantastic Final Grade (FFG) yang diadakan setiap awal tahun. Kegiatan tersebut mengusung tiga tema besar yaitu kepesantrenan, budaya dan nasionalisme.
Semua diwujudkan dalam puluhan stage performance,” katanya saat ditemui di kediamannya, Senin (14/1).
Lewat FFG, Pesantren Al-Aqobah ingin melatih para santri untuk secara mandiri mengurus segala hal yang berkaitan dengan funding, planning, konsep acara, hingga backdrop panggung yang megah.
Semua dikonsep dan dikerjakan secara bersama-sama oleh santri. Dari budaya juga akan menata perilaku dan sikap seorang santri dalam berpendidikan dan berkarakter.
“Santri sekarang itu hebat-hebat dan punya jiwa seni yang bagus. Mereka butuh kesempatan dan kepercayaan dari orang dewasa. Saya telah membuktikan lewat kegiatan FFG. Santri butuh aktualisasi diri guna mengekspresikan sisi kreatifitas,” tambah pria yang biasa dipanggil Gus Fikri ini.
Gus Fikri mengatakan jika ia kurang setuju bila santri hanya dibatasi pada kegiatan akademik saja (belajar dan mengaji). Karena menurutnya santri juga harus belajar tentang organisasi dan membangun kreativitas. Salah satu cara membangun kreativitas adalah lewat seni.
Selain itu, mencintai keanekaragaman seni dan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan tanggung jawab semua warga Negara Indonesia. Keanekaragaman ini merupakan suatu kekayaan bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan agar tidak dicuri atau ditiru oleh bangsa lain.
“Melestarikan kebudayaan bangsa tidak dapat di batasi oleh usia maupun golongan manapun. Santri juga harus ikut terlibat. Caranya dengan memberi materi budaya dan seni di pesantren dan mempersilakan para santri untuk menunjukkan kreativitasnya. Kalau bisa difasilitasi,” ujarnya.
Gus Fikri juga menyebutkan saat ini terjadi perang kebudayaan di dunia. Setiap negara berusaha mempengaruhi negara lainnya. Ada yang lewat musik seperti Korea Selatan, ada juga lewat dagang seperti China.
Salah satu ciri terjadinya perang kebudayaan adalah munculnya upaya masif untuk menghilangkan keyakinan atau ideologi sebuah bangsa. Untuk menghadapi ancaman itu, terutama dengan makin maraknya hoaks dan ujaran kebencian, ia menegaskan bahwa santri harus diberikan pemahaman kebudayaan Indonesia dan dipadukan dengan tatanan Islam.
“Kita bisa berharap pada seni untuk menjaga nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Sementara budaya menunjukkan pentingnya kita memiliki pegangan atau penuntun. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu memiliki pegangan yang kuat,” pungkasnya.
Link berita:
http://www.nu.or.id/post/read/101547/pentingnya-seni-dan-budaya-bagi-santri?fbclid=IwAR3dciArm6bKVcSZooy22QBaK506qv2MbwVXCkiMmhyUselIV2GpHEAc-SQ
Comments
Post a Comment